Saat
Aku terlahir didunia ini, Aku belum bisa melihatmu. Aku belum bisa melihat
senyummu, Aku belum bisa mendengar suaramu, bahkan Aku tak mengenalmu. Yang
bisa Aku rasakan adalah dekap dari seorang yang begitu erat memelukku, dan
mengecup keningku. Aku begitu nyaman didekapannya. Dan Akupun merasakan
kenyamanan di dekat mereka, mereka begitu memanjakanku. Saat usiaku satu bulan,
Aku bisa melihat mereka. Mereka begitu cantik dan gagah, tapi Aku belum
mengenalinya. Senyum mereka begitu tulus, mereka selalu ceria dihadapanku.
Setiap Aku menangis, mereka selalu menggendongku bahkan mendekapku dengan
begitu lembut. Tapi kali inipun Aku masih belum mengenalnya, yang Aku tau
adalah mereka begitu baik kepadaku dan tulus menyayangiku. Aku masih heran
kepada mereka, kenapa mereka begitu menyayangiku. Saat Aku dipangkuannya,
wanita itu selalu tersenyum sambil mengelus-ngelus keningku. Aku tersenyum
kepada wanita itu, wanita itu begitu cantik. Hingga akhirnya mereka berdua
memberi nama yang begitu cantik untukku Raisya Alisa Putri. Itu namaku, kedua
orang itu selalu membicara kepadaku sambil mengajariku bicara.
“Raisya...Raisya ini Ayah..ini
Ibu..” Kata laki-laki yang tegap itu, dia begitu gagah. Dan saat itupun Aku
masih tetap belum mengerti apa itu Ayah & Ibu.
Hingga suatu saat Aku sadar, ketika
Aku sakit saat usiaku berumur dua tahun setengah. Aku menangis saat itu. Dan
ternyata ada yang menangis juga selain Aku, perempuan yang setiap harinya
menyuapiku, mengurusku, dia menangis juga. Ternyata Aku baru mengerti siapa itu
Ibu dan Ayah. Kala itu Ibu begitu resah melihat keadaanku, badanku demam dan
suhu badanku begitu tinggi. Ibu menangis, Ibu tak tega melihatku. Bahkan saat
Ibu mengusap keningku Ibu berbicara seperti ini kepadaku.
“De..Biar Ibu saja yang
menggantikanmu sedang sakit...” Kata Ibuku sambil menangis. Dan Aku hanya
menangis, Ayah saat itu hanya memberiku segelas madu. Aku dipeluk Ayah.
Saat itu usiaku menginjak lima
tahun, Aku masuk taman kanak-kanak. Aku bersekolah di TK Al-Hidayah, TK Islam.
Setiap harinya Aku selalu di jemput oleh pembantuku. Saat itu memang musimnya
hujan, Aku selalu ingin hujan-hujanan sama teman-teman tapi Ibu melarangku
untuk hujan-hujanan katanya nanti kamu sakit. Ayah hanya tersenyum melihat Aku
menangis.
Saat Aku menangis, Ayah hanya
menggendongku dan membawaku ke dekat jendela kaca. Lalu Ayah malah berkata
seperti ini.
“Sayang..nanti kalo besar kamu boleh
main hujan-hujanan, kalo sekarang jangan ya. Nanti Raisya sakit, kalo sakit
nanti gak sekolah.” Ayah malah berkata seperti itu, dan Ayah malah bercerita
untukku. Aku memang sejak dari kecil paling suka mendengarkan cerita.
Hingga usiaku kini sudah sepuluh
tahun, Aku sudah masuk SD di SDN Kadipaten VII bersama Ayah. Sekarang Aku sudah
kelas dua SD, Aku sudah besar. Aku sudah mengaji di madrasah. Sehabis pulang
sekolah Aku pulang dan berganti kostum, karena Aku harus mengaji di Madrasah
Nurul Huda. Dan biasanya Aku pulang sore, ketika Aku pulang sore Aku merebahkan
tubuhku di atas sofa. Dan masakan Ibu ketika itu sudah tercium baunya. Akupun
menemui Ibu yang sedang memasak di dapur.
“Bu, Ayah belum pulang?” Alisku
sedikit mengkerut, karena Aku kesal kenapa jam segitu Ayah masih belum pulang.
“Iya belum, sana mandi. Biar nanti
kalo Ayah udah pulang Raisya udah mandi.” Timpas Ibu kepada Raisya. Dan Raisya
pun mandi.
Hingga akhirnya kini Aku sudah masuk
SMA, di SMAN 1 Majalengka, saat MOPD Ayah banyak membantuku. Aku masih ingat,
Ayah membantuku sampai jam 01:00 malam. Ayah memang begitu baik, Ibupun sama.
Setiap paginya Ibu selalu memasakkan Aku Nabotek. Nabotek itu, nasi, abon,
telor, kecap. Ibu juga tidak kalah baik dengan Ayah, malahan Ibu yang begitu
semangat membantuku.
Saat ulang tahunku yang ke 17 tahun,
Aku begitu banyak bersyukur kepada-Nya. Aku berterima kasih kepada-Nya telah
memberiku kebahagiaan yang begitu berlimpah. Mempunyai keluarga seharmonis ini,
sahabat yang begitu baik dan tentunya pacar yang begitu baik. Saat malam itu
Ibu, kedua adikku dan ke dua sahabatku membuat kejutan. Mereka memberi Aku kue
bolu ulang tahun dengan angkat 17 di atas kue ulang tahunnya. Aku begitu
bersyukur.
Tapi saat itu Aku masih terheran,
ketika Ayah mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Ayah hanya memelukku dan
mencium keningku lalu mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Tidak seperti Ibu
kepadaku, dia tidak mengucapkan kata-kata bahwa “Aku menyayangimu nak” Ayah
tidak seperti ibu, memang Ayah memang pendiam dan tidak banyak bicara. Tapi
Ayahku begitu bijaksana dan begitu baik kepada anak-anaknya.
Kali ini, Aku berdiam diri dikamar.
Aku menangis saat ini, Aku baru sadar ternyata Ayah begitu baik kepadaku, Ayah
begitu perhatian kepadaku. Kali ini Ayah jatuh sakit, mungkin karena Ayah
kecapean. Ayah memang pekerja keras orangnya, setiap hari Ayah selalu pulang
sore. Aku mengingat-ingat lagi kasih sayang Ayah yang telah dia berikan selama
ini kepadaku.
Ya Aku masih ingat, ketika usiaku
dua tahun setengah Aku jatuh sakit usia saat itu memang sangat rentan sakit.
Aku menangis, Ibu menangis dan Ayah entah tau kemana tidak menemaniku. Ternyata
Ayah sedang berdo’a dengan membawa segelas madu untukku, Ayah berdo’a untuk
kesembuhanku. Air mataku pelan-pelan jatuh membasahi pipiku.
Lalu Aku masih ingat saat Ayah
menggendongku melihat hujan, dengan itu Ayah mengajariku tentang keberanian.
Ayah memang begitu mencintaiku, Akupun masih ingat ketika Ayah pulang sore
setiap harinya. Mata Ayah begitu lelah, dan muka Ayah begitu lusuh tapi Ayah
masih bisa tersenyum menampakkan wajahnya. Lalu yang Aku masih ingat adalah,
ketika Ayah melarangku untuk berpacaran. Ya, kini Aku tau Ayah ternyata cemburu
melihat Anaknya bisa dekat dengan laki-laki lain. Ya Tuhan, berarti benar Ayah
begitu mencintaiku walaupun Ayah jarang mengucapkannya padaku. Apa yang harus
Aku ragukan lagi, Aku langsung menemui Ayah yang sedang terbaring sakit. Aku
memeluk Ayah dan menangis.
“Ayah..Aku baru menyadari semua ini,
Ayah Raisya sayang sama Ayah.” Aku memeluk erat Ayah.
“Ayah juga Nak..Ayah begitu
menyayangi kalian, maaf bila Ayah jarang mengutarakan hal ini.” Jawab Ayah.
Itulah keistimewaan dari seorang
Ayah, kata siapa Ayah tidak mencintai anak seperti Ibu mencintai anaknya.
Ayahpun sama seperti Ibu, dia begitu menyayangi kita. Namun yang membedakan
dari semua ini adalah, Ayah begitu sulit untuk mengutarakan hal seperti ini kepada
kita sebagai anak-anaknya. Tidak seperti Ibu, Ibu selalu memperlihatkan dan
mengutarakan cinta dan kasihnya kepada kita. Tapi yang pasti mereka berdua
adalah kedua malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menjaga dan merawat kita
di dunia ini. Kita harus menyangi dan mencintai kedua malaikat tak bersayap
ini, Aku baru sadar ternyata Aku menemukan beribu-ribu cinta dibalik diammu
Ayah.
0 komentar:
Posting Komentar